Saturday, February 23, 2013

Syahadat dan Tauhid Kala Hadapi Kematian


Syahadat atau kesaksian ketika menghadapi kematian; bahwasanya tiada ilah (sembahan) yang berhak diibadahi selain Allah, berpengaruh besar dalam menghapus dan menggugurkan dosa-dosa hamba. Sebab, kesaksian ketika masa ini lahir dari seorang hamba yang meyakini serta mengetahui makna yang terkandung di dalamnya. Ia muncul setelah semua dorongan syahwat mati dan kejahatan nafsu tunduk meski sebelumnya nafsu itu membangkang dan durhaka. Nafsu itu kini patuh setelah sempat berpaling, lantas menjadi hina setelah kepongahannya sirna.

Ketika itu, ketamakan hamba terhadap dunia dan segala keindahannya juga terlepas darinya. Ia tunduk serendah-rendahnya di hadapan Rabb, Pencipta dan Penguasanya Yang Haq, dalam keadaan sangat membutuhkan pengampunan dan rahmat-Nya.

Melalui syahadat ini, tauhid hamba menjadi bersih karena pintu-pintu kemusyrikan dan hal-hal yang merusak tauhidnya telah terlepas darinya; sehingga, segala pertentangan batin yang menggoyahkan tauhidnya selama ini hilang darinya. Dengan kemurnian tauhid ini, keinginannya hanya terfokus pada Dzat yng diyakini akan ia datangi dan sebagai satu-satunya tempat kembali. Karena itulah, hamba tersebut lalu menghadapkan wajah di hadapan-Nya dengan hati, roh, dan asanya; dan menyerahkan dirinya secara lahir dan btin. Dengan kalimat ini pula lahir dan batinnya menjadi sama.

Pada kondisi demikian, hamba tersebut mengucapkan laa ilaaha illallaah (tiada ilah yang haq selain Allah) dengan penuh keikhlasan dari lubuk hati yang terdalam; hati yang telah lepas dari segala ikatan dan perhatian kepada selain Allah. Dengan ucapan ini, semua uurusan duniawi pergi meninggalkan hati hamba tersebut, dan ia pun telah siap untuk menghadap Rabbnya. Kobaran api syahwatnya telah padam. Hatinya terfokus pada urusan akhirat yang sudah berada di pelupuk mata. Sementara itu, dunia ditinggalkan jauh di belakangnya.

Ucapan syahadat yang murni itu pun menjadi penutup amal hamba tersebut, membersihkan dirinya dari segala dosa serta mengantarkannya kepada Rabbnya. Semua itu karena ia menemui Rabbnya dengan membawa persaksian yang tulus; yang lahirnya sama dengan batinnya, yang tersembunyi sama seperti yang tampak.

Seandainya syahadat seperti ini diperoleh seorang hamba semasa sehatnya (ketika masih hidup), niscaya ia tidak akan merasa nyaman dengan dunia dan seisinya. Ia akan menjauhi manusia untuk berlari kepada Allah. Ia hanya akan nyaman bersama-Nya, tidak dengan selain-Nya. Akan tetapi, manusia pada umumnya mengucapkan syahadat di dunia dengan hati yang masih dipenuhi dengan hawa nafsu, cinta dunia, dan segala hal yang mendorong kepada keduanya. Dia bersyahadar dengan jiwa yang masih disesaki oleh tuntutan duniawi dan orientasi pada selain Allah. Padahal, seandainya syahadat seseorang (ketika masih sehat) benar-benar murni seperti ketika ia menghadapi kematian, niscaya syahadatnya itu akan memberikan berita dan kehidupan yang sama sekali berbeda dengan kondisinya yang seperti binatang. Hanya kepada Allahlah kita memohon perlindungan.



Sumber: Fawaaid Al-Fawaaid, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
Diketik ulang dari kitab Fawaidul Fawaid cetakan Pustaka Imam Syafi'i

No comments:

Post a Comment