Sunday, February 10, 2013

Ayat Allah Yang Tersurat dan Terlihat


Di dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala memerintahkan para hamba-Nya untuk mengenal diri-Nya (ma’rifatullah) melalui dua cara:

Pertama: dengan memperhatikan hasil-hasil perbuatan Allah.[1]

Kedua: dengan merenungi dan mentadabburi ayat-ayat-Nya.

Cara yang pertama terkait dengan apa yang terlihat (alam semesta), sedangkan cara yang kedua terkait dengan ayat yang terdengar (tertulis) dan dapat difahami.

Cara ma’rifatullah yang pertama disebutkan dalam firman-Nya:

إِنَّ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَٰفِ ٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ وَٱلْفُلْكِ ٱلَّتِى تَجْرِى فِى ٱلْبَحْرِ بِمَا يَنفَعُ ٱلنَّاسَ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia,” (Q.S. Al-Baqarah: 164)

إِنَّ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَٰفِ ٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ لَءَايَٰتٍۢ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,” (Q.S. Ali Imran: 190)


Dan masih banyak ayat semacam ini di dalam Al-Qur’an.

Bentuk ma’rifatullah yang kedua disebutkan dalam firman-Nya:

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلْقُرْءَانَ

“Maka apakah mereka tidak menghayati Al Qur'an?” (Q.S. An-Nisaa’: 82)

أَفَلَمْ يَدَّبَّرُوا۟ ٱلْقَوْلَ

“Maka tidakkah mereka menghayati firman (Allah).” (Q.S. Al-Mu’minuun: 68)

كِتَٰبٌ أَنزَلْنَٰهُ إِلَيْكَ مُبَٰرَكٌۭ لِّيَدَّبَّرُوٓا۟ ءَايَٰتِهِۦ وَلِيَتَذَكَّرَ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (Q.S. Shad: 29)

Dan banyak ayat lain semisal dengannya di dalam Al-Qur’an. Semua ciptaan Allah menunjukkan adanya perbuatan-perbuatan-Nya; dan , perbuatan itu menunjukkan adanya sifat-sifat-Nya. Apabila dilogikakan, suatu ciptaan pasti menunjukkan adanya perbuatan; dan perbuatan itu pasti menuntut adanya eksistensi, kemampuan, kehendak, dan ilmu yang dimiliki pelakunya (Allah Ta’ala). Sebab, mustahil suatu perbuatan yang bersifat ikhtiari[2] (manasuka) muncul dari dzat yang tiada; atau muncul dari dzat yang ada tetapi tidak kuasa berbuat, tidak hidup, tidak berilmu, dan tidak berkehendak.

Hasil perbuatan Allah yang mengandung keunikan berbeda antara satu dan lainnya menunjukkan adanya “kehendak” pada diri-Nya; dan bahwa perbuatan-Nya tidak terjadi secara spontan, yaitu hanya sekali dan tidak berulang-ulang.

Hasil perbuatan Allah yang mengandung banyak maslahat, hikmah, dan tujuan-tujuan terpuji menunjukkan kebijaksanaan-Nya.

Hasil perbuatan Allah yang mengandung manfaat, ihsan, dan kebaikan menunjukkan kasih sayang-Nya.

Hasil perbuatan Allah berupa adzab dan hukuman menunjukkan murka-Nya.

Hasil perbuatan Allah yang mengandung pemuliaan terhadap hamba, kedekatan dengannya, dan pertolongan kepadanya menunjukkan cinta-Nya.

Hasil perbuatan Allah yang mengandung penghinaan dan penelantaran menunjukkn kebencian-Nya.

Hasil perbuatan Allah yang menggambarkan permulaan terciptanya sesuatu dalam keadaan sangat kurang dan lemah, kemudian berkembang menjadi sempurna, hingga akhirnya ciptaan itu menemui ajalnya, menunjukkan bahwa hari kebangkitan (kiamat) itu pasti akan terjadi.

Hasil perbuatan Allah yang menggambarkan perihal dunia flora dan fauna dan proses perputaran air (siklus hujan) menunjukkan bahwa hari kebangkitan tersebut bukanlah sesuatu yang mustahil.

Hasil perbuatan Allah yang menunjukkan jejak rahmat dan nikmat pada makhluk menunjukkan kebenaran diutusnya para Nabi.

Hasil perbuatan Allah yang menggambarkan adanya kesempurnaan, yang seandainya kesempurnaan itu tidak diberikan menyebabkan sesuatu menjadi kurang; menunjukkan bahwa Allah Sang pemberi kesempurnaan lebih berhak menyandang sifat sempurna itu.

Berdasarkan penjelasan tersebut, semua hasil perbuatan Allah merupakan dalil paling kuat dalam menunjukkan adanya sifat-sifat Allah dan dalam menegaskan kebenaran berita yang dibawa oleh para Rasul tentang diri-Nya. Semua hasil perbuatan itu membuktikan kebenaran ayat-ayat Al-Qur’an sekaligus menjadi dalil bagi keberadaan Allah.

Allah berfirman:

رِيهِمْ ءَايَٰتِنَا فِى ٱلْءَافَاقِ وَفِىٓ أَنفُسِهِمْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ ٱلْحَقُّ

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur'an itu adalah benar.” (Q.S. Fushshilat: 53)

Ayat ini menerangkan bahwa Al-Qur’an itu benar-benar berasal dari Allah Ta’ala dan bahwa Allah pasti akan memperlihatkan kepada manusia sebagian dari ayat-ayat yang terlihat (kejadian di alam semesta) untuk membuktikan bahwasanya ayat-ayat-Nya yang tersurat (AL-Qur’an) adalah benar. Di akhir ayat ini, Allah menyatakan bahwa kesaksian-Nya atas kebenaran Al-Qur’an –selain dengan menunjukkan tanda-tanda kebesarannya tersebut- merupakan dalil yang menegaskan akan kebernaran Rasul-Nya.

Ayat-ayat yang ada di alam semesta menjadi saksi yang membuktikan kebenaran Allah; dan Allah menjadi saksi yang membuktikan kebenaran Muhammad shallallahu alaihi wa sallam yang membawa ayat-ayat-Nya. Dengan demikian, Allah adalah saksi dan yang mendapatkan persaksian; bukti sekaligus yang dibuktikan. Dengan kata lain, Dia adalah bukti yang membuktikan diri-Nya sendiri.

Seorang bijak pernah berkata: “Bagaimana aku mencari bukti kebenaran Allah, sedangkan Dia sendiri adalah bukti atas segala sesuatu? Bukti apa pun yang kucari, eksistensi-Nya lebih jelas daripada bukti itu sendiri!”

Oleh karena itu, para Rasul berkata kepada kaum mereka:


قَالَتْ رُسُلُهُمْ أَفِى ٱللَّهِ شَكٌّۭ فَاطِرِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ

“Berkata rasul-rasul mereka: "Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi?” (Q.S. Ibrahim: 10)

Sungguh, Allah lebih dikenal daripada sehala yang dikenal, lebih jelas daripada semua bukti penjelas. Bahkan pada hakikatnya, segala sesuatu dikenal karena Dia, sekalipun (secara lahiriah) Dia dikenal melalui segala ciptaan-Nya, yakin dengan cara penalaran terhadap perbuatan-perbuatan dan ketetapan-ketetapan-Nya atas sesuatu tersebut.



[1] Yang dimaksud hasil perbuatan Allah adalah segala jenis ciptaan-Nya dan semua yang ada di dunia.
[2] Perbuatan yang dilakukan kapan pun dan bagaimana pun seperti yang diinginkan pelakunya

------------------------------

Sumber: Fawaaid Al-Fawaaid, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
Penerjemah: A. Sjinqithi Djamaluddin

ditulis dan ditata ulang oleh Hasan Al-Jaizy

No comments:

Post a Comment