Saturday, March 16, 2013

Menjauhi Bahaya


ORANG yang mendekati bahaya akan dijauhi keselamatan. Dan orang yang mengaku mampu mengendalikan diri akan menderita kerugian. Sangat banyak orang yang ceroboh justru menemui kesialan. Dan anggota tubuh yang paling layak dikendalikan dan diatur adalah lisan dan mata.

Janganlah sekali-kali Anda terkecoh oleh tekad Anda untuk melawan hawa nafsu hingga Anda pun memberanikan diri mendekati bahaya!

Waspadalah, sebab hawa nafsu memiliki banyak tipu daya! Termat banyak pahlawan dan pemberani pilih tanding di medan laga yang tewas terbunuh oleh orang yang sebelumnya dia remehkan! Ingatlah kisah Hamzah dan Wahsyi!

فتبصّر ولا تشم كلّ برقٍ ... ربّ برقٍ فيه صواعق حين
واغضض الطرف تسترح من غرام ... تكتسي فيه ثوب ذل وشين
فبلاء الفتى موافقة النف ... س وبدء الهوى طموح العين

Renungkanlah dalam-dalam dan jangan mudah terkecoh  oleh pesona
Karena kadang cahaya kilat bermuatan petir yang menghancurkan
Peliaralah mata Anda pasti Anda akan merasakan kedamaian
Dan Anda juga akan terjauhkan dari  tindakan yang memalukan
Bencana yang menimba seorang pemuda adalah karena hawa nafsu
Dan awal bencana hawa nafsu adalah mata yang dilepas dan jelalatan”

Sumber:  Shaid Al-Khatiir, Ibnul Jauzy, cet. Darul Uswah, September 2010







Berminat pada buku ini?

Lihat Deskripsi buku ini dan pesan di: http://pustakailmu.com/buku-shaidul-khatir#.UTxQDKKxWoA


Memikirkan Akhir Kehidupan



ORANG  yang memikirkan akhir kehidupan pasti akan menaruh kewaspadaan. Dan orang yang meyakini lamanya perjalanan tentu akan melakukan persiapan.

Aku sungguh heran kepada Anda, wahai orang yang meyakini sesuatu kemudian melupakannya! Aku sungguh takjub pada Anda, wahai orang yang mempercayai bahaya sesuatu tetapi lantas mendekatinya! Dan aku begitu takjub pada Anda kala Anda takut pada manusia padahal Anda seyogyanya hanya takut pada Allah.

Aku sangat kaget melihat Anda yang menuruti keinginan hawa nafsu untuk mengejar apa yang disangkanya,tetapi Anda tidak memaksanya untuk mengejar apa yang Anda yakini.

Hal yang paling mengherankan adalah Anda gembira dalam keterpedayaan Anda, namun Anda lupa apa yang disiapkan untuk Anda.

Monday, March 11, 2013

Merenungi Akibat Perbuatan



ORANG yang memikirkan secara saksama akibat setiap perbuatan sebelum melakukannya pasti akan menuai manfaatnya dan selamat dari madharatnya. Sedang orang yang tak mau merenungkan akibat setiap tindakan pasti akan kalah oleh hawa nafsunya. Keselamatan yang diharapkannya pun justru berubah menjadi kecelakaan, sementara kesenangan yang diinginkannya malah berubah menjadi kesengsaraan.

002 Tafsir Al-Baqarah: Ayat 008-009


008 - {وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَقُولُ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ وَبِٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَمَا هُم بِمُؤْمِنِينَ}

009 – { يُخَٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّآ أَنفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ }


008 - “Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian", padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.”

009 – “Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, pada hal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.”


Sunday, March 10, 2013

Kecenderungan Pada Dunia Dan Akhirat



MENURUT pembawaannya manusia punya kecenderungan yang kuat pada dunia dan ia merupakan bagian tak terpisahkan darinya. Sedang ketertarikan pada akhirat adalah sesuatu yang tidak bersenyawa dengannya, dan ia merupakan bagian yang terpisah darinya.

Orang yang tak punya ilmu sering menganggap kecenderungan pada akhirat sebagai kecenderungan yang (harus) lebih dominan, karena ancaman-ancaman yang didengar seseorang dari Al-Qur’an. Padahal, yang benar tidak demikian.

Kecenderungan tabiat manusia pada dunia tak ubahnya seperti air mengalir yang senantiasa mencari tempat yang lebih rendah, dan bila hendak naik ke atas ia mesti bersusah payah untuk mewujudkannya.

Manusia Berbeda-beda Dalam Memahami Nasihat


 KESADARAN seringkali menyeruak kala sebuah nasihat mengetuk telinga seseorang. Namun, sesaat setelah ia meninggalkan majelis tempat nasihat tersebut diberikan kepadanya, kekerasan hati dan kelalaian jiwa kembali merajai.

Aku (Ibnul Jauzy) mencoba mencari tahu penyebabnya hingga aku pun berhasil mengetahuinya. Aku bahkan berhasil mengetahui bahwa manusia tidak sama dalam kemampuan mempertahankan kesadaran tersebut. Secara umum hati tak terjaga lagi sesudah mendengakan nasihat dikarenakan dua faktor:

Friday, March 8, 2013

SAKARATUL MAUT





Sudah tiba saatnya orang tidur harus bangun. Sudah tiba waktunya orang lalai harus sadar sebelum kematian menjelang dengan membawa minuman yang getir, sebelum semua gerakan ini terhenti, sebelum nafas tak lagi berhembus, sebelum dibawa dan berada di dalam kubur.

Imam Al-Qurthuby rahimahullah menjelaskan, Allah Ta’ala menggambarkan beratnya kematian di empat ayat sebagai berikut:

Pertama
{وَجَآءَتْ سَكْرَةُ ٱلْمَوْتِ بِٱلْحَقِّ ۖ ذَٰلِكَ مَا كُنتَ مِنْهُ تَحِيدُ}

“Dan datanglah sakaratulmaut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya.” (Q.S. Qaf: 19)

Kedua

{وَلَوْ تَرَىٰٓ إِذِ ٱلظَّٰلِمُونَ فِى غَمَرَٰتِ ٱلْمَوْتِ}

“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratulmaut” (Q.S. Al-An’am: 93)

Ketiga

{ فَلَوْلَآ إِذَا بَلَغَتِ ٱلْحُلْقُومَ}

“Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan,” (Q.S. Al-Waqi’ah: 83)

Keempat

{كَلَّآ إِذَا بَلَغَتِ ٱلتَّرَاقِىَ}

“Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai ke kerongkongan,” (Q.S. Al-Qiyamah: 26)

Thursday, March 7, 2013

Bentuk-bentuk Pengabaian Terhadap Al-Qur’an



Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:



{وَقَالَ ٱلرَّسُولُ يَٰرَبِّ إِنَّ قَوْمِى ٱتَّخَذُوا۟ هَٰذَا ٱلْقُرْءَانَ مَهْجُورًۭا}

“Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Qur'an ini suatu yang tidak diacuhkan".” (Q.S. Al-Furqan: 30)

Ada beberapa perbuatan manusia yang dapat dikategorikan sebagai pengabaian terhadap Al-Qur’an, yaitu:
 

Wednesday, March 6, 2013

Ulumul Qur’an dan Sejarah Perkembangannya



Al-Qur’an adalah mukjizat Islam yang abadi dimana semakin maju ilmu pengetahuan, semakin tampak validitas kemukjizatannya. Allah subhanahu wa ta’ala menurunkannya kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, demi membebaskan manusia dari berbagai kegelapan hidup menuju cahaya Ilahi, dan membimbing mereka ke jalan yang lurus. Rasulullah menyampaikannya kepada para sahabatnya –sebagai penduduk asli Arab- yang sudah tentu dapat memahami tabiat mereka. Jika terdapat sesuatu yang kurang jelas bagi mereka tentang ayat-ayat yang mereka terima, mereka langsung menanyakannya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
           
Al-Bukhary dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu anh, bahwa ketika turun ayat,

{ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَلَمْ يَلْبِسُوٓا۟ إِيمَٰنَهُم بِظُلْمٍ أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمُ ٱلْأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ}

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kelaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. Al-An’am: 82)

...orang-orang merasa keberatan dengan ayat tersebut. Lalu mereka bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, mana ada orang yang tidak menzalimi dirinya?” Beliau menjawab:

إنه ليس الذي تعنون، ألم تسمعوا ما قال العبد الصالح

“Sesungguhnya pemahamannya tidak seperti yang kalian maksudkan, tidakkah kalian mendengar apa yang dikatakan seorang hamba saleh (kepada anaknya):

Tuesday, March 5, 2013

Ketakwaan Ada Di Hati



Ibadah Hati

Abu Ad-Darda’ berkata, “Alangkah terpujinya tidur dan berbuka puasanya orang-orang yang bijak lagi dalam pengetahuannya. Lihatlah, bagaimana mereka mengungguli shalat malam dan puasanya orang-orang bodoh. Ingatlah bahwa sebiji sawi ibadah yang dilakukan orang-orang yang bertakwa adalah lebih utama daripada sebesar gunung ibadah yang dilakukan orang-orang yang terperdaya.” (Az-Zuhd, Imam Ahmad bin Hanbal, hal 137-138)

Ungkapan ini merupakan salah satu ungkapan yang sarat hikmah. Di samping itu, ia merupakan bukti kesempurnaan pemahaman para sahabat radhiyallahu anhum dan bahwa mereka adalah generasi yang selalu berada di garis terdepan dalam meraih setiap kebaikan daripada generasi yang datang sesudah mereka.

Dan ketahuilah, seorang hamba hanya dapat menempuh jalan menuju Allah dengan hati dan harapannya, bukan sekadar dengan anggota badannya saja.

Hakikat Takwa

Ketakwaan pada hakikatnya terletak pada ketakwaan hati, bukan ketakwaan anggota badan. Pernyataan ini sebagaimana firman Allah Ta’ala berikut:

{ ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى ٱلْقُلُوبِ}
Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (Q.S. Al-Hajj: 32)

{ لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقْوَىٰ مِنكُمْ }

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (Q.S. Al-Hajj: 37)

002 Tafsir Al-Baqarah: Ayat 7



{خَتَمَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَعَلَى سَمْعِهِمْ وَعَلَى أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ}

“Allah telah mengunci mati hati dan pendegaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.”

TAFSIR AS-SA’DY

{ خَتَمَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَعَلَى سَمْعِهِمْ } “Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka,” yakni menutupnya dengan penutup yang tidak dapat dimasuki oleh keimanan dan tidak bisa ditembus, sehingga mereka tidak memahami apa yang berguna bagi mereka dan apapun yang mereka dengarkan tidak bermanfaat untuk mereka. { وَعَلَى أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ } “dan penglihatan mereka ditutup,” yakni pelapis, penutup, dan penghalang yang menghalangi mereka dari melihat yang berguna bagi mereka, dan jalan-jalan ilmu dan kebaikan telah ditutup bagi mereka. Tidak ada keinginan pada mereka dan tidak ada kebaikan yang diharapkan pada mereka. Mereka telah dihalangi dan ditutup bagi mereka pintu-pintu keimanan, disebabkan oleh kekufuran dan pengingkaran mereka serta keras kepala mereka setelah jelas bagi mereka kebenaran itu, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:

{ وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ }

“Dan Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya pada permulaannya.” (Q.S. Al-An’am: 110)

Dan ini hanyalah hukuman yang sekarang, kemudian Allah menyebutkan hukuman yang akan datang seraya berfirman: { وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ } “dan bagi mereka siksa yang amat pedih” yakni adzab api neraka, kemurkaan yang Mahaperkasa yang terus-menerus dan selamanya.






 Terjemahan tafsir mengandalkan kitab Tafsir Al-Qur'an (Tafsir As-Sa'dy) cetakan Pustaka Shahifa.

Disusun dan ditulis oleh Hasan Al-Jaizy



002 Tafsir Al-Baqarah: Ayat 6



{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ}

“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.”


TAFSIR AS-SA’DY

Allah Ta’ala berfirman, { إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا } “Sesungguhnya orang-orang kafir,” yakni mereka yang bersifat dengan kekufuran dan terwarnai dengannya, lalu menjadi sifat yang lazim bagi mereka, di mana tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi mereka darinya, nasihat tidak berguna pada mereka dan mereka selalu tetap dalam kekufuran mereka, maka sama saja bagi mereka, { أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ } “kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman.”

Hakikat kekufuran adalah mengingkari sesuatu yang datang dari Rasul atau mengingkari sebagiannya. Tidak akan ada manfaatnya dakwah bagi orang-orang kafir itu, kecuali hanya sebatas menegakkan hujjah atas mereka, seolah-olah dalam hal ini hanya pemutus bagi keinginan kuat Rasulullah dalam mewujudkan keimanan mereka, dan bahwasanya kamu jangan bersedih hati untuk mereka, dan bahwasanya dirimu tidak boleh berputus asa terhadap mereka.





Terjemahan tafsir mengandalkan kitab Tafsir Al-Qur'an (Tafsir As-Sa'dy) cetakan Pustaka Shahifa.

Disusun dan ditulis oleh Hasan Al-Jaizy

002 Tafsir Al-Baqarah: Ayat 5

5 - {أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ}

5 - “Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang beruntung.”


TAFSIR AS-SA’DY

{ أُولَئِكَ } “Mereka itulah,” yaitu yang bersifat dengan sifat-sifat terpuji tersebut { عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ }  “yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka,” yakni yang tetap di atas petunjuk yang besar; karena pemakaian kata yang tidak terbatas (nakirah) adalah untuk ungkapan mengagungkan. Dan hidayah apalagi yang lebih agung dari sifat-sifat yang telah disebutkan yang mengandung keyakinan yang benar dan perbuatan-perbuatan yang lurus? Pada hakikatnya hidayah itu hanya seperti hidayah yang ada pada mereka tersebut, sedangkan apa-apa yang bertentangan dengan itu adalah kesesatan. Dan dipakai kata عَلى (di atas) dalam posisi kalimat di sini menujukkan pada ketinggian, adapaun dalam posisi kata kesesatan memakai kata فِي (di dalam) sebagaimana dalam firman-Nya:


{ وَإِنَّا أَوْ إِيَّاكُمْ لَعَلَى هُدًى أَوْ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ }

“Dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik) pasti berada di atas kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata.” (Q.S. Saba: 24)

Hal itu karena ahli hidayah adalah tinggi dengan hidayah tersebut. Adapun ahli kesesatan yang tenggelam di dalamnya adalah terhina.

Kemudian Allah berfirman, { وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ } “Dan merekalah orang-orang yang beruntung.” Keberuntungan adalah memperoleh hal yang diinginkan dan selamat dari hal yang dikhawatirkan. Pembatasan keberuntungan hanya pada mereka, karena tidak ada jalan menuju kepada keberuntungan kecuali dengan menempuh jalan mereka tadi, dan jalan-jalan selain jalan tersebut, maka itu semua adalah jalan kesengsaraan, kehancuran, dan kerugian yang akan menjerumuskan penempuhnya kepada kebinasaan. Oleh karena itu, ketika Allah menyebutkan sifat-sifat kaum Mukminin yang hakiki, Dia menyebutkan pula sifat-sifat kaum kafir yang menampakkan kekufuran mereka yang durhaka kepada Rasul di ayat berikutnya.




Terjemahan tafsir mengandalkan kitab Tafsir Al-Qur'an (Tafsir As-Sa'dy) cetakan Pustaka Shahifa.

Disusun dan ditulis oleh Hasan Al-Jaizy


Friday, March 1, 2013

Rintihan


Rintihan

Suara rintihan seorang Muslim ketika mendengarkan bacaan Al-Qur’an, ataupun tatkala mendengarkan nasihat, disebabkan oleh salah satu faktor berikut ini:

Pertama: Munculnya bayangan tentang suatu derajat atau kedudukan yang tidak dimilikinya ketika mendengarkan Al-Qur’an. Dia ingin meraih derajat tersebut, dan saat itulah dia menarik nafasnya. Tarikan nafas semacam ini adalah tarikan nafas yang disebabkan oleh kerinduan terhadap sesuatu.

Kedua: Munculnya bayangan dosa yang pernah diperbuat orang itu, lalu ia menarik nafas karena merasa takut dan cemas terhadap keselamatan dirinya. Tarikan nafas semacam ini adalah tarikan nafas yang disebabkan oleh rasa takut.

Ketiga: Munculnya bayangan mengenai kekurangan yang memang disadari dan diakui ada pada diri orang itu, hingga ia menarik nafas sebagai reaksi atas kesedihannya. Tarikan nafas semacam ini adalah tarikan nafas yang disebabkan oleh dorongan perasaan sedih.

Keempat: Munculnya bayangan kesempurnaan yang ada pada diri kekasih yang dicintai orang itu (Allah), sementara ia melihat kebuntuan jalan menuju kekasih tersebut; sehingga ia menarik nafasnya. Tarikan nafas semacam ini adalah tarikan nafas yang disebabkan oleh penyesalan dan kesedihan.

Kelima: Kekasih yang dicintai orang itu hilang dari ingatannya, dan ia pun disibukkan dengan sesuatu lainnya. Kemudian, ia mendengar sesuatu yang membuatnya teringat kepada kekasihnya ini, hingga terlintaslah di benaknya kecantikan pujaan hati itu, lalu terlihat pintu perantara terbuka dan jalan menuju kekasihnya terpampang jelas, maka ia pun menarik nafasnya. Tarikan nafas semacam ini adalah tarikan nafas yang disebabkan oleh kebahagiaan dan kegembiraan atas munculnya bayangan positif yang terbesit di benaknya.

Intinya, tarikan nafas seperti ini disebabkan oleh munculnya energi yang kuat dan secara tiba-tiba, sementara tempat untuk menanggung beban dari energi tersebut (yakni hati manusia) amat lemah.

Kekuatan energi yang datang dari luar itu memberikan pengaruh ke dalam jiwa seseorang. Kekuatan ini memang tidak tampak atau disadari olehnya, dan yang demikian itu berpengaruh lebih kuat dan lebih lama. Sebab, apabila kekuatan dari luar tersebut tampak oleh seseorang, maka efek yang diakibatkannya akan melemah, bahkan nyaris terputus.

Ketentuan ini berlaku pada tarikan nafas yang dialami oleh orang yang jujur saja. Hal ini mengingat bahwasanya tarikan nafas bisa dilakukan oleh orang yang jujur, orang yang hanya mencuri-curi, maupun orang yang munafik.





Sumber: Fawaaid Al-Fawaaid, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
Penerjemah: A Sjinqithi Djamaluddin
Diketik ulang dari Fawaidul Fawaid, Pustaka Imam Syafi'i

Setiap Umat Memiliki Ajal



Allah Ta’ala berfirman:

{ وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَن تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ كِتَٰبًۭا مُّؤَجَّلًۭا ۗ وَمَن يُرِدْ ثَوَابَ ٱلدُّنْيَا نُؤْتِهِۦ مِنْهَا وَمَن يُرِدْ ثَوَابَ ٱلْءَاخِرَةِ نُؤْتِهِۦ مِنْهَا ۚ وَسَنَجْزِى ٱلشَّٰكِرِينَ}

“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (Q.S. Ali Imran: 145)

Syaikh As-Sa’di rahimahullah menafsirkan, Allah Ta’ala mengabarkan bahwa semua yang bernyawa pasti akan mati sesuai ajalnya atas izin, takdir dan ketetapan-Nya. Siapapun yang ditakdirkan mati pasti mati meski tanpa sebab, dan siapapun yang dikehendaki tetap hidup pasti hidup, sebab apa pun yang datang menghampiri tidak akan membahayakan yang bersangkutan sebelum ajalnya tiba karena Allah Ta’ala telah menetapkan dan menakdirkannya hingga batas waktu yang telah ditentukan.

{ وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌۭ ۖ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةًۭ ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ}

“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (Q.S. Al-A’raf: 34)