Apa
kira-kira yang dapat dilakukan oleh seseorang yang ubun-ubun dan jiwanya di
tangan Allah Ta’ala, hatinya berada di antara dua jari dari jemari-Nya;
Dia Subhanahu wa Ta’ala berkuasa membolak-balikkan hati itu
sekehendaknya. Hidup dan matinya pun ada di tangan-Nya. Kebahagiaan dan
celakanya ada di tangan-Nya. Gerak dan diamnya, juga ucapan dan perbuatannnya,
semata-mata terjadi berkat izin dan kehendak-Nya. Ia tidak dapat bergerak,
kecuali dengan seizin-Nya; tidak pula mampu berbuat, kecuali dengan
kehendak-Nya.
Jika
seorang hamba menyerahkan setiap urusannya kepada diri sendiri, berarti ia
telah menyerahkan semua itu pada kelemahan, kesia-siaan, kelalaian, dosa dan
kesalahan. Jika dia menyerahkan semua itu kepada semua makhluk selain dirinya,
berarti ia telah menyerahkan sesuatu yang tidak dapat memberikannya bahaya
maupun manfaat, kematian maupun kehidupan, dan yang tidak mampu untuk
membangkitkan segala yang sudah mati. Apabila Allah membiarkan hamba itu pada
kondisi demikian, niscaya ia akan dikuasai oleh musuh (syaitan) dan dijadikan
tawanannya.
Maka,
jelas sekali bahwa seorang hamba tidak dapat terlepas dari Allah walau sekejap
mata pun. Bahkan, selama masih bernafas, ia pasti membutuhkan Allah dalam
setiap bagian terkecil kehidupannya, baik lahir maupun batin. Kefakiran
hakikilah yang membuat setiap hamba amat membutuhkan Allah. Ironinya, hamba
selalu menyalahi aturan Allah dan berpaling dari-Nya, serta membuat-Nya benci
karena kemaksiatan yang diperbuatnya. Meskipun pada hakikatnya setiap hamba
benar-benar butuh kepada Allah dalam semua hal, tetapi ia tidak mengingat-Nya,
bahkan melupakan-Nya begitu saja. Padahal, ia pasti akan kembali kepada-Nya dan
akan berdiri di hadapan-Nya di akhirat kelak.
Sumber: Fawaaid Al-Fawaaid, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
Diketik ulang dari Fawaidul Fawaid cetakan Pustaka Imam Syafi'i
No comments:
Post a Comment